Penanganan Manajemen Konflik PT.XL AXIATA TBK.

Manajemen Resiko Perusahaan


Industri telekomunikasi seluler di Indonesia saat ini membutuhkan evaluasi luas dan eksplisit yang menekankan pada resiko bisnis. Teknologi, kompetisi, etika usaha, regulasi, dan kepatuhan adalah beberapa contoh dari sekian banyak potensi resiko yang dihadapi oleh perusahaan. Oleh karena itu, manajemen resiko perusahaan atau Enterprise Risk Management (ERM) dibutuhkan sebagai salah satu pilar tata kelola perusahaan yang mumpuni.
Saat ini, XL Axiata mengadopsi kerangka ISO 31000 yang dijalankan melalui manajemen resiko perusahaan untuk menghadapi potensi berbagai resiko. Kerangka ISO 31000 yang lengkap dan fleksibel menyediakan ruang yang memadai bagi XL Axiata dalam menilai, mengevaluasi, dan mengelola resiko perusahaan. Hubungan integrasi antara proses manajemen resiko perusahaan dengan audit internal juga memberikan jaminan efektivitas rencana penanganan atas potensi resiko.
Selain itu, kondisi geologis di Indonesia menandakan adanya kemungkinan resiko terjadinya bencana alam. Dalam hal ini, XL Axiata telah mempersiapkan diri secara matang untuk menghadapi kemungkinan terjadinya kondisi tersebut melalui Manajemen Bisnis yang Berkelanjutan (BCM) dengan membentuk Komite Manajemen BCM, yang memberikan panduan dan pengaturan dalam menjalankan manajemen bisnis yang berkelanjutan. Adapun prinsip utama dari BCM adalah fokus terhadap keselamatan karyawan dan keluarganya, kelanjutan layanan terhadap pelanggan, serta meminimalisir kerugian perusahaan. Manajemen BCM juga mencakup kegiatan analisis resiko yang lengkap, termasuk dampaknya terhadap bisnis dan penanggulangannya, serta rencana keberlanjutan manajemen bisnis. Selain itu, layanan yang diberikan kepada pelanggan juga bergantung kepada rekan bisnis perusahaan. Oleh karena itu, XL Axiata menyadari pentingnya melakukan integrasi antara BCM dengan rekan bisnis perusahaan, serta mengawasi implementasi kerja sama bisnis agar selalu terhindar dari resiko-resiko bisnis yang merugikan. Risiko dapat memunculkan potensi berupa kesempatan bagi suatu perusahaan, namun di sisi lain risiko juga dapat memunculkan ancaman berupa kerugian, kecelakaan, atau kejadian-kejadian bersifat negatif lainnya. Pada umumnya, hal tersebut disebabkan oleh adanya kerentanan, baik dari pihak internal maupun eksternal perusahaan. Bagi perusahaan sangatlah penting untuk memiliki kejelasan dalam hal pengelolaan risiko dan bagaimana hal tersebut dilakukan. Perusahaan membutuhkan sebuah pedoman untuk dapat membuat keputusan yang tepat dengan didukung informasi terbaik yang menjadi bahan pertimbangannya serta untuk mengalokasikan sumber daya yang ada secara efektif. Salah satu hal yang dapat digunakan untuk menangani masalah tersebut adalah dengan Risk Governance atau yang sering disebut dengan tata kelola risiko seperti:
PENERAPAN ENTERPRISE RISK GOVERNANCE PADA LISTED COMPANY.
Enterprise Risk Governance
Enterprise Risk Governance (ERG) merupakan sebuah pendekatan dalam kegiatan manajemen risiko pada sebuah perusahaan. Istilah governance yang bermakna tata kelola memiliki hubungan terhadap keputusan perusahaan, baik dalam hal menjelaskan sebuah prediksi, ekspektasi hingga memperbaiki performa perusahaan terkait dengan risiko yang dihadapi. Governance menerangkan keseluruhan dari pendekatan manajemen dan menggambarkan bahwa para eksekutif senior memiliki tugas mengarahkan dan mengendalikan seluruh organisasi dengan menggunakan kombinasi informasi manajemen dan struktur hirarki pengendalian manajemen. Aktivitas ini memastikan bahwa informasi manajemen yang penting dapat tersampaikan kepada tim eksekutif secara lengkap, akurat, dan tepat waktu untuk memungkinkan pengambilan keputusan manajemen yang baik, serta menyediakan mekanisme pengendalian untuk memastikan bahwa strategi, arah, dan instruksi dari manajemen yang dilakukan bersifat sistematis dan efektif. ERG yang baik dapat membantu perusahaan dalam:
  • mencapai tujuan perusahaan; 
  • menilai risk tolerance;
  • mendesain proses kerja yang sesuai dengan ekspektasi stakeholders.
Penerapan Risk Governance yang efektif dapat menyediakan pengarahan dan tingkat pengendalian pengendalian yang sesuai dalam hal:
  • penentuan tujuan dan strategi perusahaan;
  • kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam usaha mencapai tujuan perusahaan;
  • mengidentifikasi risiko yang melekat pada kegiatan perusahaan dan risiko yang akan muncul pada masa mendatang akibat faktor eksternal;
  • menentukan risk treatment dan pengukuran yang digunakan sebagai pertimbangannya.
Dalam konteks penerapan ERG, anggota dewan perusahaan memiliki peran yang penting. Anggota dewan bertanggung jawab dalam penciptaan praktik terbaik dari ERG untuk mendukung kehandalan sistem manajemen risiko perusahaan. Anggota dewan perusahaan berperan dalam menentukan strategi perusahaan yang sesuai dengan ekspektasi para pemangku kepentingan serta menghindarkan perusahaan dari risiko-risiko yang memiliki tingkatan melebihi batas toleransinya. Peran dari anggota dewan diantaranya meliputi:
  • menentukan pendekatan yang digunakan dalam ERG bagi perusahaan;
  • mengatur dan menanamkan sebuah budaya kepada perusahaan mengenai ERG yang efektif;
  • memastikan teridentifikasinya risiko-risiko yang relevan terhadap keberlangsungan perusahaan, termasuk inherent risk pada model bisnis dan strategi perusahaan, serta risiko yang dapat muncul dari faktor eksternal pada proses pencapaian tujuan strategis perusahaan;
  • memonitor seberapa terbukanya perusahaan terhadap suatu risiko dan risiko kunci yang dapat mempengaruhi strategi perusahaan;
  • memastikan pihak manajemen dapat menjalankan action plan dalam rangka memitigasi suatu risiko;
  • menyediakan suatu pengawasan pada sistem manajemen risiko, sistem pengendalian internal, dan memberi tinjauan terhadap efektivitas sistem tersebut.
Agar para anggota dewan perusahaan dan pihak manajemen dapat menjalankan peran dalam hal manajemen risiko, mereka sendiri harus memiliki kesadaran dan pemahaman yang memadai mengenai manajemen risiko. Struktur tata kelola perusahaan tersebut nantinya akan membentuk kerangka kerja bagi Enterprise Risk Management (ERM). ERM merupakan serangkaian proses yang dipengaruhi oleh kesatuan board of directors, pihak manajemen, dan personil lainnya yang diaplikasikan kedalam penentuan strategi perusahaan. ERM didesain untuk mengidentifikasi potensi kejadian-kejadian yang dapat mempengaruhi proses pengelolaan risiko yang disesuaikan dengan risk tolerance perusahaan serta memberikan jaminan terhadap pencapaian tujuan perusahaan.
Penerapan ERG pada Listed Company
Listed company (perusahaan yang terdaftar di bursa) merupakan organisasi atau perusahaan yang menawarkan produk sekuritas sebagai sumber pendanaan untuk diperjual-belikan kepada publik (terdaftar pada bursa) dan pembelian/penjualan sekuritas tersebut dapat melalui stock exchange atau melalui over the counter (OTC). Kondisi perdagangan di bursa menjadi sebuah tantangan bagi perusahaan baik dari segi perilaku investor selain dari faktor eksternal seperti kondisi pasar, kondisi tersebut memunculkan suatu risiko tersendiri bagi perusahaan yang terdaftar pada bursa. Baik perusahaan yang tidak terdaftar maupun terdaftar pada dasarnya membutuhkan ERG dalam memitigasi berbagai macam risiko. 
Penerapan ERG tak lepas dari kontribusi pimpinan dalam memastikan keberlangsungan perusahaan. Selain pimpinan perusahaan, manajer juga memiliki peran dalam hal ini. Menurut Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) Nomor  Kep- 480/BL/2009 menyatakan salah satu dari kewajiban manajer investasi adalah mempunyai dan melaksanakan fungsi manajemen risiko. Pelaksanaan manajemen risiko yang dimaksud adalah mengidentifikasi semua risiko yang mungkin timbul dalam kegiatan perusahaan, memunculkan penjelasan mengenai penyebab dari timbulnya risiko-risiko tersebut, mengidentifikasi kemungkinan terjadinya risiko-risiko tersebut, dapat menjelaskan tentang implikasi atas terjadinya risiko-risiko tersebut, dan merekomendasikan langkah-langkah yang akan diambil apabila risiko-risiko tersebut terjadi. Selain itu pelaksanaan fungsi manajemen risiko dikoordinir oleh direksi atau karyawan yang mempunyai izin orang perseorangan sebagai Wakil Manajer Investasi dari Bapepam dan LK dan pengalaman kerja dalam bidang Pasar Modal dan/atau keuangan paling kurang 3 (tiga) tahun. 
Best Practices ERG pada Perusahaan Indonesia
Untuk memperdalam penjelasan mengenai ERG, artikel ini mengambil contoh penerapan ERG pada perusahaan XL Axiata dan Unilever. XL Axiata adalah salah satu perusahaan terbuka bidang telekomunikasi seluler di Indonesia, saat ini membutuhkan evaluasi luas dan eksplisit yang menekankan pada risiko bisnis. Teknologi, kompetisi, etika usaha, regulasi, dan kepatuhan adalah beberapa contoh dari sekian banyak potensi risiko yang dihadapi oleh perusahaan. Banyaknya potensi risiko yang ada membuat perusahaan XL Axiata untuk menerapkan manajemen risiko. ERG dibutuhkan sebagai salah satu pilar manajemen risiko perusahaan agar informasi manajemen yang penting dapat tersampaikan kepada tim eksekutif secara lengkap, akurat, dan tepat waktu sehingga keputusan perusahaan yang dibuat dapat mengarah pada pencapaian tujuan perusahaan.
Saat ini, XL Axiata mengadopsi kerangka ISO 31000 yang dijalankan melalui manajemen risiko perusahaan untuk menghadapi potensi berbagai risiko. Kerangka ISO 31000 yang lengkap dan fleksibel menyediakan ruang yang memadai bagi XL Axiata dalam menilai, mengevaluasi, dan mengelola risiko perusahaan. XL Axiata melihat bahwa hubungan integrasi antara proses manajemen risiko perusahaan dengan audit internal memberikan jaminan efektivitas rencana penanganan atas potensi risiko.
Selain itu, kondisi geologis di Indonesia menandakan adanya kemungkinan risiko terjadinya bencana alam. Dalam hal ini, XL Axiata telah mempersiapkan diri secara matang untuk menghadapi kemungkinan terjadinya kondisi tersebut melalui Manajemen Bisnis yang Berkelanjutan (BCM) dengan membentuk Komite Manajemen BCM, yang memberikan panduan dan pengaturan dalam menjalankan manajemen bisnis yang berkelanjutan. Adapun prinsip utama dari BCM adalah fokus terhadap keselamatan karyawan dan keluarganya, kelanjutan layanan terhadap pelanggan, serta meminimalisir kerugian perusahaan. BCM juga mencakup kegiatan analisis risiko yang lengkap, termasuk dampaknya terhadap bisnis dan penanggulangannya, serta rencana keberlanjutan manajemen bisnis. Selain itu, layanan yang diberikan kepada pelanggan juga bergantung kepada rekan bisnis perusahaan. Oleh karena itu, XL Axiata menyadari pentingnya melakukan integrasi antara BCM dengan rekan bisnis perusahaan, serta mengawasi implementasi kerja sama bisnis agar selalu terhindar dari risiko-risiko bisnis yang merugikan. 
Penerapan ERG pada perusahaan XL Axiata mendorong terciptanya konsep Good Corporate Governance (GCG). Prinsip GCG pada perusahaan XL Axiata mendukung dan berperan penting dalam penerapan tugas tata kelola XL Axiata, berikut struktur tata kelola perusahaan:
  • Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk penentuan keputusan-keputusan seperti pengesahan laporan tahunan perseroan dan pembayaran dividen;
  • Dewan Komisaris melakukan pengawasan, pemantauan, serta memberikan panduan dan nasihat kepada Direksi dalam pengelolaan XL Axiata;
  • Direksi bertanggung jawab penuh terhadap pengelolaan XL Axiata sesuai dengan tujuannya, serta mewakili XL Axiata baik di dalam maupun di luar pengadilan;
  • Komite Nominasi dan Remunerasi memberikan rekomendasi kepada RUPS terkait dengan pencalonan, seleksi, dan rekomendasi kandidat anggota Dewan Komisaris, Direksi, dan Komite lainnya;
  • Komite Audit bertanggung jawab dalam mengevaluasi integritas laporan keuangan yang diterbitkan Perseroan, menelaah efektivitas sistem pengendalian internal, dan mengidentifikasi potensi permasalahan yang timbul karena pelanggaran peraturan perundang-undangan yang berlaku;
  • Komite-komite di bawah Direksi dan fungsi-fungsi di bawah Direksi seperti Audit Internal dan Manajemen Risiko, Sekretaris Perusahaan, Corporate Legal, Komunikasi Perusahaan, dan Hubungan Investor yang bertugas dalam memaksimalkan efektivitas fungsi-fungsi direksi.
Selain kondisi geologis, faktor tingkat persaingan menjadi perhatian utama bagi sebuah industri yang bergerak pada bidang teknologi dan informasi. Banyaknya pesaing di sektor industri ini menjadi tantangan tersendiri. Perusahaan seperti XL Axiata harus terus menerus memastikan adanya perkembangan dalam hal teknologi informasi.
Selain perusahaan XL Axiata, salah satu perusahaan lain yang menerapkan ERG adalah Unilever. Unilever merupakan perusahaan yang menghasilkan produk kebutuhan sehari-hari, makanan, dan es krim. Saham perseroan Unilever pertamakali ditawarkan kepada masyarakat pada tahun 1981 dan tercatat di Bursa Efek Indonesia seja 11 Januari 1982. Pada akhir tahun 2011, saham perseroan menempati peringkat keenam kapitalisasi pasar terbesar di Bursa Efek Indonesia.
Bagi perusahaan Unilever penerapan ERG merupakan tanggung jawab Direksi, yang dibantu oleh Komite Manajemen Risiko Perusahaan (KMRP). Komite MRP terdiri atas Group Audit Manager, Financial Controller, Commercial Manager, Busines System Manager dan Sekretaris Perusahaan, dan dipimpin oleh Direktur Keuangan. Komite MRP bertugas membantu Direksi dalam melaksanakan tanggung jawabnya untuk memastikan bahwa manajemen risiko telah dilaksanakan sesuai dengan sistem secara efektif.
Beberapa risiko yang dihadapi perusahaan Unilever diantaranya risiko operasi dan risiko pasar. Risiko operasi yang dimaksud adalah kemampuan untuk menghasilkan produk yang dipengaruhi pada kemampuan perusahaan untuk menjamin pasokan bahan-bahan produksi secara tepat waktu dan tepat biaya. Sedangkan untuk risiko pasar dapat berupa para kompetitor lokal maupun internasional yang cepat memposisikan diri untuk meraih peluang lebih besar dari pasar yang terus tumbuh. Kegagalan dalam mengantisipasi kecenderungan ini akan berdampak merugikan terhadap bisnis perusahaan. Baik Unilever maupun XL Axiata harus terus menerus meningkatkan daya saing perusahaan terutama dalam rangka menghadapi Asean Economic Community pada tahun 2015.
Asean Economic Community (AEC) merupakan sebuah momentum penting bagi negara-negara di kawasan Asia Tenggara terutama bagi  industri-industri. Adanya integrasi antar kawasan di wilayah tersebut dapat menjadi kesempatan untuk meningkatkan pangsa pasar bagi perusahaan, namun dapat menjadi bumerang apabila tidak ada persiapan dan kemampuan berkompetisi yang tinggi. Banyak risiko yang akan muncul dari diterapkannya AEC, diantaranya peningkatan barang ekspor dan impor, bebasnya pergerakan arus modal, meningkatnya pertumbuhan ekonomi, persaingan yang lebih ketat antar perusahaan dan tenaga kerja, dan maraknya kesamaan produk. AEC dalam kasus perusahaan telekomunikasi (XL Axiata) dan Home and Personal Care serta Foods & Ice Cream di Indonesia (Unilever) dapat memberikan potensi baik keuntungan dan kerugian yang ditentukan oleh penanganan dari manajemen risiko perusahaan itu sendiri. Teknologi merupakan hal yang sangat dinamis, apabila perusahaan telekomunikasi seperti XL Axiata tidak mengikuti perkembangan teknologi maka pangsa pasar akan diambil oleh para pesaingnya. Dibutuhkan suatu tata kelola perusahaan yang dapat memanfaatkan kesempatan ini. Dengan adanya tata kelola perusahaan yang baik proses pengambilan keputusan dapat menjadi tepat sasaran dan implementasi dari keputusan tersebut dapat terlaksana dengan baik dan efektif.
Hal yang Perlu Diperhatikan Dalam Implementasi ERG
Menurut IRGC terdapat lima kunci dasar yang dapat menjamin implementasi ERG yang baik, diantaranya:
  • Risk Pre-Assessment, mendefinisikan masalah secara terstruktur termasuk dari sudut pandang beberapa stakeholders serta bagaimana permasalahan tersebut dapat ditangani.
  • Risk Appraisal, menggabungkan penilaian risiko dengan mempertimbangkan bahaya dan kemungkinannya, terhadap persepsi atau perhatian publik untuk menyediakan hal-hal pendukung pada pembuatan keputusan.
  • Characterisation and Evaluation, berdasarkan data ilmiah dilakukan analisa mengenai nilai-nilai social yang terkena dampak suatu risiko, serta mengevaluasi apakah risiko dapat diterima, harus dimitigasi, atau dijauhi.
  • Risk Management, beberapa tindakan dan pemulihan dalam rangka menjauhi, memperkecil transfer atau menahan suatu risiko.
  • Risk Communication, mengkomunikasikan dengan para stakeholder dan masyarakat agar tercipta kesamaan pemahaman dan partisipasi dalam proses risk governance.
Selain itu terdapat beberapa hal penting yang perlu dipraktikkan dalam penerapan ERG yang dikhususkan kepada para anggota dewan, diantaranya:
  • Para anggota dewan dalam membuat keputusan harus menghindari konflik kepentingan dan fokus pada penciptaan nilai perusahaan;
  • Ethical dan bertanggung jawab dalam penentuan keputusan perusahaan; 
  • Secara jelas menjelaskan dan mendokumentasikan term of reference bagi para direksi dan eksekutif perusahaan;
  • Melakukan verifikasi dan validasi secara independen terhadap pelaporan dan proses keuangan;
  • Terbuka kepada pihak stakeholders dari segala permasalahan yang melibatkan perusahaan;
  • Secara jelas mendokumentasikan key roles, tanggung jawab, kebijakan, dan prosedur pada keseluruhan perusahaan. 
DAFTAR PUSTAKA 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DATABASE DAN CONTOH KASUS

Struktur Organisasi PT.Sidomuncul Tbk.

Fungsi Manajemen dari PT. Alam Sutera