Sejarah Perkembangan Organisasi (Puskesmas)

Sejarah Perkembangan Organisasi
Sejarah Pengembangan Organisasi sangat erat hubungannya dengan teori organisasi. Teori Organisasi meliputi teori organisasi klasik, teori organisasi neoklasik, dan teori organisasi modern.

Teori Organisasi Klasik
Teori klasik (classical theory) kadang-kadang disebut juga teori tradisional yang berisi konsep-konsep tentang organisasi mulai tahun 1800( abad 18).
Dalam teori ini, organisasi secar umum digambarkan oleh para teoritisi klasik sebagai organisasi yang sangat tersentralisasi dan tugas-tugasnya terspesialisasi, serta memberikan petunjuk mekanistik structural yang kaku dan tidak mengandung kreatifitas. Dalam teori ini organisasi didefinisikan sebagai struktur hubungan, kekuasaan-kekuasaan, tujuan-tujuan, peranan-peranan, kegiatan-kegiatan, komunikasi dan faktor-faktor lain bila orang-orang bekerja sama.
Teori Klasik berkembang dalam 3 aliran yaitu: teori birokrasi, teori administrasi, dan manajemen ilmiah.
I. Teori Birokrasi
Teori ini dikemukakan oleh Max Weber dalam bukunya “The Protestant Ethic dan Spirit of Capitalism”.
Karakteristik-karakteristik birokrasi menurut Max Weber:
1. Pembagian Kerja yang jelas.
2. Hirarki wewenang yang dirumuskan secara baik
3. Program rasional dalam mencapai tujuan organisasi
4. Sistem prosedur bagi penanganan situasi kerja
5. Sistem aturan yang mencakup Hak dan Kewajiban posisi para pemegang jabatan
6. Hubungan antar pribadi yang bersifat impersonal.
II. Teori Administrasi
Teori ini sebagian besar dikembangkan atas dasar sumbangan Henri Fayol dan Lyndall Urwick dari Eropa serta Mooney dan Reiley dari Amerika.
Henri Fayol mengemukakan dan mambahas 14 kaidah manajemen yang menjadi dasar perkembangan teori ini yaitu:
– Pembagian Kerja / Division of Work
– Wewenang dan Tanggung jawab
– Disiplin
– Kesatuan perintah
– Kesatuan pengarahan
– Mendahulukan kepentingan umum dari pada pribadi
– Balas jasa
– Sentralisasi
– Rantai scalar
– Aturan
– Keadilan
– Kelanggengan personalia
– Inisiatif
– Semangat korps
III. Manajemen Ilmiah
Manajemen Ilmiah dikembangkan oleh Frederick Winslow Taylor tahun 1900. Ada beberapa pendapat tentang manajemen ilmiah, salah satunya adalah mengatakan manajemen ilmiah merupakan penerapan metode ilmiah pada studi, analisa, dan pemecahan masalah-masalah organisasi.
Taylor mengemukakan empat kaidah dasar manajemen yang harus dilaksanakan dalam organisasi perusahaan, yaitu:
o Menggantikan metoda-metoda kerja dalam praktek dengan berbagai metoda yang dikembangkan atas dasar ilmu pengetahuan tentang kerja yang ilmiah dan benar.
o Mengadakan seleksi, latihan-latihan dan pengembangan para karyawan secara ilmiah.
o Pengembangan ilmu kerja serta seleksi, latihan dan pengembangan secara ilmiah harus diintegrasikan.
o Untuk mecapai manfaat manajemen ilmiah, perlu dikembangkan semangat dan mental para karyawan.
Teori organisasi klasik sepenuhnya hanya menguraikan anatomi organisasi formal. Dalam organisasi formal ada empat unsure pokok yang selalu muncul, yaitu:
System Kegiatan yang terkoordinasi\
Kelompok orang\
Kerjasama\
Kekuasaan dan kepemimpinan\
Menurut para pengikut aliran teori klasik, adanya suatu organisasi formal sangat tergantung pada empat kondisi pokok, yaitu:
Kekuasaan
Saling melayani
Doktrin
Disiplin

Teori Organisasi Neoklasik
Teori Neoklasik secara sederhana dikenal sebagai aliran hubungan manusiawi(The Human Relation Movement). Teori neoklasik dikembangkan atas dasar teori klasik. Dasar teori ini adalah menekankan pentingnya aspek psikologis dan social karyawan sebagai individu maupun sebagai bagian kelompok kerjanya. Perkembangan teori neoklasik dimulai dengan inspirasi percobaan-percobaan yang dilakukan di Howthorne dan dari tulisan Huga Munsterberg.
Percobaan-percobaan ini dilakukan dari tahun 1924 sampai 1932 yang menandai permulaan perkembangan teori hubungan manusiawi dan merupakan kristalisasi teori neoklasik. Pada akhirnya percobaan Howthorne menunjukkan bagaimana kegiatan kelompok-kelompok kerja kohesif sangat berpengaruh pada operasi organisasi.
Dalam hal pembagian kerja, teori neoklasik mengemukakan perlunya hal-hal sebagai berikut:
Partisipai
Perluasan kerja
Manajemen bottom-up

Teori Organisasi Modern
Teori modern biasanya disebut juga sebagai analisa sistem pada organisasi. Teori modern melihat bahwa semua unsur organisasi sebagai satu kesatuan dan saling ketergantungan, yang di dalamnya mengemukakan bahwa organisasi bukanlah suatu sistem tertutup yang berkaitan dengan lingkungan yang stabil, akan tetapi organisasi merupakan sistem terbuka.
Teori modern dikembangkan tahun 1950, dalam banyak hal yang mendalam teori modern dengan klasik berbeda, perbedaan tersebut diantaranya:
TeoriN Klasik memusatkan pandangannya pada analisa dan deskripsi organisasi, membicarakan konsep koordinasi, scalar dan vertikal.
Teori ModernN menekankan pada perpaduan dan perancangan menjadikan pemenuhan suatu kebutuhan yang menyeluruh, lebih dinamis dan lebih banyak variabel yang dipertimbangkan.
Teori Modern menunjukkan tiga kegiatan proses hubungan universal yang selalu muncul pada sistem manusia dalam perilakunya berorganisasi, yaitu:
Komunikasi
Konsep keseimbangan
Proses pengambilan keputusan
Tujuan Perkembangan Organisasi ;
1. Menciptakan keharmonisan hubungan kejra antara pimpinan dengan staf anggota
organisasi.
2. Menciptakan kemampuan memecahkan persoalan organisasi secara lebih terbuka
3. Menciptakan keterbukaan dalam berkomunikasi.
4. Merupakan semangat kerja para anggota organisasi dan kemampuan
mengendalikan diri.






SEJARAH PERKEMBANGAN ORGANISASI PUSKESMAS


Di Indonesia Puskesmas merupakan tulang punggung pelayanan kesehatan masyarakat tingkat pertama. Konsep puskesmas dilahirkan tahun 1968 ketika dilangsungkan rapat  KERJA NASIONAL  ( Rakernas ) di Jakarta. Waktu itu dibicarakan upaya mengorganisasi sistem pelayanan kesehatan di tanah air, karena pelayanan kesehatan tingkat pertama pada waktu itu dirasakan kurang menguntungkan, dan dari kegiatan-kegiatan seperti : BKIA, BP, P4M dan sebagainya masih berjalan sendiri-sendiri dan tidak saling berhubungan. Melalui rakerkesnas tersebut timbul gagasan untuk menyatukan semua pelayanan  kesehatan tingkat pertama ke dalam suatu organisasi yang dipercaya dan diberi nama   PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT  ( Puskesmas ) dan puskesmas waktu itu dibedakan menjadi 4 macam  :
1.    Puskesmas tingkat Desa
2.    Puskesmas tingkat Kecamatan
3.    Puskesmas tingkat Kawedanan
4.    Puskesmas tingkat Kabupaten
Pada Rakernas ke II 1969 pembagian puskesmas dibagi menjadi 3 kategori :
1.    Puskesmas tipe A dipimpin oleh dokter secara penuh
2.    Puskesmas tipe B dipimpin oleh dokter tidak secara penuh
3.    Puskesmas tipe C dipimpin oleh paramedik
Pada tahun 1970 ketika dilangsungkan rakerkesnas dirasakan pembagian puskesmas didasarkan kategori tenaga ini kurang sesuai karena puskasmas tipe B dan tipe C tidak dipimpin dokter secara penuh atau sama sekali tidak ada tenaga dokternya, sehingga Dirasakan sulit untuk mengembangkannya. Sehingga mulai tahun 1970 ditetapkan hanya satu macam puskesmas dengan wilayah kerja tingkat kecamatan dengan jumlah penduduk 30 000  sampai 50 000  jiwa orang penduduk. Konsep wilayah kerja puskasmas ini dipertahankan  sampai akhir Pelita tahap II  tahun 1979. dan ini lebih dikenal dengan nama KONSEP WILAYAH
Sesuai dengan perkembangan dan kemampuan pemerintah dan dikeluarkannya INPRES Kesehatan No 5  Th 1974, Nomor 7 tahun 1975 dan nomor 4 tahun 1976 dan berhasil mendirikan dan menempatkan tenaga dokter diseluruh pelosok tanah air maka sejak Pelita III maka konsep wilayah diperkecil yang mencakup suatu wilayah yang mempunyai jumlah penduduk 30.000 jiwa.
Sejak tahun 1979 mulai dirintis pembangunan puskesmas di daerah-daerah tingkat kelurahan atau desa yang memiliki jumalah penduduk 30.000 jiwa.  Dan untuk mengkoordinasi kegiatan –kegiatan yang berada di suatu kecamatan maka salah satu puskesmas tersebut ditunjuk sebagai penanggungjawab yang selanjutnya disebut sebagai puskesmas induk sedang yang lain disebut puskesmas pembantu yang dikenal sampai sekarang.
Puskesmas harus bertanggung jawab untuk setiap masalah kesehatan diwilayah kerjanya walaupun wilayah kerjanya itu mempunyai lokasi yang berkilo-kilo meter dari puskesmas. Dengan azas inilah puskesmas dituntut untuk mengutamakan pencegahan penyakit. Dengan demikian puskesmas dituntut secara aktif terjun kemasyarakat dan bukan puskesmas menunggu kunjungan masyarakat saja.
Wilayah kerja puskesmas bisa didasarkan dari : area kecamatan, faktor kepadatan penduduk, luas wilayah, keadaan goegrafi dan keadaan infra struktur lainnya yang bisa untuk pertimbangan untuk pembagian wilayah kerja puskesmas.
Puskesmas merupakan perangkat Pemerintah Daerah Tingkat II, sehingga pembagiaan wilayah puskesmas ditetapkan oleh BUPATI KEPALA DAERAH.
Untuk kota besar wilayah kerja puskesmas bisa hanya satu kelurahan, sedangkan puskesmas di ibu kota kecamatan  bisa sebagai tempat pelayanan rujukan dari puskesmas kelurahan yang juga mempunyai fungsi koordinasi. Luas wilayah yang masih dianggap efektif mempunyai ratio 5 km sedangkan luas wilayah yang dipandang optimal mempunyai ratio / jari wilayah  3 km
Dimana program kerjanya telah terlihat dan mencapai hasil yang cukup baik, antara lain :
1.    Angka Kematian Ibu(AKI) menurut SKRT tahun 1995 mencapai 373 turun menjadi 334/100.000 kelahiran hidup(SDKI’97)
2.    Angka Kematian Bayi(AKB) mencapai 60 menurut susenas tahun 1995 turun menjadi 51/1000 kelahiran hidup(susenas’01)
3.    Usia Harapan Hidup(UHH) rata-rata 40 tahun (1970) menjadi 65 tahun(2000).
Sebagai sarana pelayanan dan penyelenggaraan program kesehatan sampai saat ini telah tercatat jumlah puskesmas yang ada di indonesia,yaitu :
1.    Jumlah Puskesmas : 7277 unit
2.    Puskesmas dengan fasilitas rawat inap : 1818 unit
3.    Puskesmas pembantu : 21587 unit

4.    Fasilitas puskesmas keliling : 5084 unit


Komentar

Postingan populer dari blog ini

DATABASE DAN CONTOH KASUS

Struktur Organisasi PT.Sidomuncul Tbk.

Fungsi Manajemen dari PT. Alam Sutera